Gundah Fajar (Episode.2)


KamusMedia - Sore itu nampak begitu syahdu. Semilir angin sepoi ber-irama menari nari mengusik perhatian dedaunan..Burung burung bersorak sorai menari menyanyi bercanda ria di atas udara. Berkejar-kejar dengan sesama, melompat dari satu pohon ke pohon yang lain, berterbangan dalam sebuah kelompok persahabtan yang indah. Burung – burung itu melayang terpesona, tertawa, riang gembira.
Semakin lengkap kesyahduan sore itu saat Fajar memutar sebuah nasyid kesukaannya dari Suara Persaudaraan :
mentari beranjak keperaduan
siang berganti malam menjelang
ku lihat burung terbang melayang
pohon pohonan tenang dan diam
Seakan bertasbih atas Kekuasaan
Dan Keagungan Allah Ar-Rahman

Ya Allah..
Ku pun dzikir pada – Mu
Agar Kau dekatkan hatiku pada - Mu

Ya Allah…
Limpahkanlah kurnia – Mu
Agar ku rasakan cinta-Mu

Allah…Sore ku ini
atas fitrah Islam
Atas agama nabi Muhammad
Dan atas millah nabi…
Ibrahim yang hanif
Ya Allah…selamatkanlah akhirku

Allah…disore ini
Ku hitung amalku
Yang telah ku lakukan hari ini
Terimalah kebajikan ku
Ampunkan dosa ku
Ya Allah…kabulkanlah do’a ku..


Fajar terpesona pada kesyahduan sore yang semakin petang, bersyukur atas karunia yang indah hari ini. Setidaknya sedikit ia bisa melupakan masalah yang sedang ia hadapi, dan menikmati sajian sore yang menyentuh hati dan menjernihkan pikirannya.


Allah…Sore ku ini
atas fitrah Islam
Atas agama nabi Muhammad
Dan atas millah nabi…

Kembali fajar melantunkan satu bait nasyid itu yang kemudia terhenti karena sentuhan lembut di pundaknya yang menyapanya..
“abi”
“eh umi..ada apa mi??”
“abi lagi ngapain..dari tadi aku panggil-panggil ga ada respon..”
“oh..maaf ya mi, abi gak denger…mungkin abi mutar nasyidnya terlalu keras ya mi...dan abi juga lagi menikmati indahnya suasana hari ini mi…rasakan deh mi..sore ini begitu indah yah..lihat deh burung-burung itu, mereka melayang bebas di udara seolah tak memiliki beban dalam hidupnya..mereka menari nari, tertawa, bernyanyi dan saling kejar satu sama lain…”
“iya bi..burung-burung itu terlihat begitu bebas dan bahagia…tapi itulah burung bi, punya tugas dan hidupnya sendiri. Beda dengan kita ya bi..yang memiliki beban yang harus dipertanggung jawabkan…oia bi ngomong-ngomong barusan aku dapet telpon dari perusahaan tempat aku melamar bi..al-hamdulillah aku diterima dan besok aku diminta kesana bi…menurut abi gimana??
“…ya udah besok umi berangkat saja, nanti Raihan biar abi yang jagain di rumah..”
Entah hamdalah atau istighfar yang harus Fajar ucapkan. Satu sisi ia bersyukur saat usahanya harus ditutup, Allah memberi jalan lain dengan diterimanya istri tercintanya bekerja di sebuah perusahaan. Disisi lain fajar beristighfar, karena justru keadaan ini membuat dirinya semakin terlihat nampak lemah tak berdaya dan kecil. Fajar menyiratkan senyum pada istrinya…tapi batinnya, mengamuk, menangis dan bergejolak. Fajar mengadu “ya Allah kenapa harus jalan ini yang Kau berikan?”
Fajar semakin galau dengan keadaannya. Entah apa rencana Allah yang sedang disipakan-Nya untuk nya.
“ada yang ingin ana sampaikan, tapi entah ini qodhoyah atau rowa’i ustadz...”
“apa tuh??” murobbi dan teman-teman halaqohnya bertanya penasaran..
“mulai hari ini istri ana bekerja di sebuah perusahaan di Gatot Subroto, jam 6 pagi harus sudah berangkat, dan baru sampe rumah lagi jam 6 petang” pelan Fajar berbicara, dari bibirnya mengerenyitkan senyum yang bermakna “sesuatu” di hatinya..
“hmmm…ya itu rowa’i donk akh…wong dapet rizki ko dibilang qodhoyah..” akh Heri menimpali..”
Sementara sofyan hanya terdiam, karena ia tahu persis apa yang sedang terjadi dengan saudaranya ini.
“trus, kalo antum sendiri gimana?? Usaha baik2 saja kan?” Kini giliran murobbinya mencoba menyibak rahasia yang tersimpan di lubuh hati a’dhonya ini.
“insyaallah usaha ana tetap jalan, tentu dengan dinamikanya juga…kadang ia pasang laksana Tsunami, kadang pun ia surut seperti padang pasir…tapi ana yakin ustadz…sekering-kering padang pasir akan selalu ada harapan mata air disana..” jawab Fajar mantapp.
“yup bener akh fajar…intinya antum harus tetap yakin dan harus memiliki kesabaran yang besar saat harus menghadapai usaha yang surut seperti padang pasir yang kering seperti yang antum bilang tadi” kini Sofyan menimpali..
“yoi..so pasti…insyaallah, do’akan saja semoga semuanya lancar” jawab Fajar semangat.
“amiiin”
Sebuah SMS duka tersebar cepat di jajaran kader.
“innalillahi wa innailaihi Rooji’un…telah meninggal dunia ayahanda akh Fajar hari ini jam 19.30. semoga Almarhum diampuni segala khilaf dan dosanya. Dan diterima semua amal kebajikannya. Dan diberi kesabaran bagi keluarga yang dittinggalkan. Amiin” sebarkan!!
Fajar masih berduka dengan ditutupnya usaha..Fajar pun bersedih dengan merelakan istrinya mencari nafkah..kini tepat seminggu setelah ditutupnya usahanya, 3 hari setelah istrinya bekerja diperusahaan. Allah kembali menguji Fajar dengan dipanggilnya ayah tercinta ke pangkuan-Nya.
Fajar semakin menangis, ia semakin tersungkur bersedih..ayah yang begitu baik padanya harus pergi meninggalkannya untuk selamanya. Ia seperti mimpi, karena sesungguhnya ayah Fajar meninggal dalam keadaan sehat dan bugar. Karena sesungguhnya Fajar masih bercengkarama di jum’at selepas maghrib itu dengan ayahnya..namun setengah jam setelah itu ayahnya tiba-tiba wafat..”
Ada penyesalan yang begitu dalam saat ayahnya wafat. Karena Fajar belum sempat berterima kasih, saat seminggu sebelum wafatnya, ayahnya tiba2 mengirim seorang tukang bangunan untuk menge-cat rumah fajar agar terlihat tampak lebih indah. Ayahnya juga menghadiahkan sepatu, kaos, kemeja, baju koko, batik dan makanan-makanan ringan.
Fajar terisak..air matanya mengalir deras...lisannya tak henti-henti melantunkan ayat-ayat suci al_qur’an dari sejak malam itu hingga shubuh hari di depan jenazah ayahnya yang telah terbujur kaku..sesekali ia berhenti tilawah lalu berdo’a untuk ayahnya dan kembali tilawah hingga adzan shubuh berkumandang…
Ini adalah yaumul huzni bagi Fajar..kurang dari sebulan cobaan demi cobaan menimpa Fajar. Menyebabkan kesedihan yang mendalam, bertambah dan bertambah.
Kini fikirannya bukan lagi memikirkan kesejahteraan istri dan anaknya. Karena semenjak kepergian ayahnya, Fajar mau tidak mau harus kembali kerumah orang tuanya yang tidak ada laki-laki lagi disana. Kedua adiknya perempuan dan belum menikah. yah...Fajar tak lagi memikirkan kesejahteraan anak dan istrinya, melainkan ia memikirkan anak istri, ibu serta ke dua adik perempuannya.
Fajar semakin terbebani tanggung jawab yang semakin berat..sementara Fajar masih dalam kebingungan dimana ia bisa menemukan jalan rizkinya??
Bersambung (Titik Cerah)


Posted by:  Abu Rafah